MENJADI GURU MATEMATIKA YANG IDEAL
Oleh : Panji Wiraldy Hsb, Qori Magfiroh,
Rudini Triyadi
Guru sebagai pengajar, perkara biasa. Guru sebagai agen
pembelajar, itu baru luar biasa. Mengapa guru sebagai agen pembelajar menjadi
sesuatu yang luar biasa? Pertanyaan ini menjadi sangat menarik jika kita
mencoba mencermati terlebih dahulu analisis dari Prof. Masaaki Sato, pakar
pendidikan dari Jepang, mengenai kelemahan pendidikan calon guru di tingkat
universitas—dalam konteks ini Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK)—dan
kelemahan guru di lapangan. Kelemahan calon pendidikan guru di tingkat universitas
sangat tampak dari 3 realitas berikut.
Pertama, kuliah yang diberikan di kampus difokuskan pada
transfer pengetahuan (transfer of knowledge) keilmuan suatu disiplin ilmu,
sedangkan pengetahuan praktis untuk meningkatkan keilmuan dan kompetensi guru
dalam mengajar pada kenyataannya tidak pernah diajarkan. Pembelajaran di kelas
sangat bersifat pribadi, rumit, dan sensitif. Untuk itu, seorang guru harus
memiliki kemampuan dalam memahami kondisi kelas secara jeli. Dan kemampuan
seperti ini tidak dapat tumbuh dan berkembang hanya dengan mendengarkan kuliah
teoretis di dalam kelas saja. Kondisi di atas juga terjadi dalam proses
pembelajaran matematika. Hal ini berpengaruh pada kemampuan mengajar calon
guru, karena dikelas mereka menerima contoh dari dosen yang hanya melakukan
transfer ilmu maka hal itu pula yang mereka praktekkan pada saat mereka
mengajar. Seperti guru dalam mengajarkan suatu rumus atau teorema tidak menjelaskan darimana teorema itu diperoleh. Akibatnya
siswa akan kesulitan saat di hadapkan pada soal-soal nonrutin. Contoh lainnya
adalah guru tidak memberikan materi prasyarat dalam suatu pembelajaran
matematika, guru langsung mengajarkan materi utamanya.
Kedua, seorang dosen di universitas, secara umum, mengajarkan
suatu disiplin ilmu tidak berdasarkan situasi dan kondisi di sekolah. Apa pun
jenis teorinya tidak akan pernah diketahui kebenarannya jika tidak diujikan.
Oleh sebab itu, seorang dosen seharusnya tidak hanya mengajar teori tentang
pembelajaran dari dalam buku referensi saja, tetapi dosen tersebut harus juga
selalu belajar dari proses pembelajaran yang terjadi di lingkungan sekolah
(SD/SMP/SMA) yang selalu dinamis. Karena pengalaman cara mengajar itu
dipengaruhi secara langsung oleh pengalaman yang diberikan kepada calon guru. Apabila mereka hanya
mendapatkan pengetahuan secara teori saja tanpa adanya pemberian pemahan lewat
praktrikum atau pengalaman maka mereka akan mengalami kesulitan dalam mengajar
nantinya.
Ketiga, pengetahuan mengenai pelayanan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus “learning disorder” (anak yang memiliki kesulitan belajar)
harus dipraktikkan di lapangan (ruang kelas). Dengan banyak berinteraksi dengan
lingkungan sekolah, kita akan banyak bertemu dengan anak-anak berkebutuhan
khusus dalam belajar. Mereka membutuhkan bimbingan untuk menentukan penanganan
secara nyata yang tepat berdasarkan hasil penelitian atau keilmuan. Setali tiga
uang dengan kelemahan calon guru di tingkat universitas, kelemahan guru di
lapangan pun menjadi sebuah realitas yang mesti dicarikan solusinya. Kelemahan
utama guru di lapangan adalah banyaknya guru yang tidak memiliki inisiatif
untuk belajar.
Oleh karena itu, agar proses pembelajaran matematika
berkualitas dan calon guru juga dapat mengajar dengan baik, maka diperlukan
sosok guru yang profesional dalam semua aspek, baik keilmuan maupun sikap dan
perilaku. Hal ini diharapkan melahirkan sosok guru ideal sehingga mampu
mengantarkan peserta didik mencapai kompetensi matematika sebagai pengetahuan
maupun sikap sehingga bisa diterapkan dalam kehidupannya sehari-hari.
Identifikasi tentang sosok guru matematika profesioanl
terangkum dalam empat komponen profesional di berbagai aspek : pengetahuan dan
pendidikan matematika, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, profesi
kependidikan matematika, dan stabilitas pribadi.
Adapun sosok guru yang profesional memiliki komponen sebagai
berikut:
1.
Profesional Dalam Bidang Pengetahuan dan Pendidikan
Matematika
a.
Guru menguasai matematika dan hakekat pembelajaran
matematika
b.
Guru memahami tentang hakekat perkembangan siswa dan
hakekat siswa belajar matematika
c.
Guru menguasai berbagai teori dan metode pembelajaran
matematika
2.
Profesional dalam Strategi Pembelajaran Matematika
a.
Guru mampu mengembangkan Rencana Pembelajaran
b.
Guru mampu menyiapkan lingkungan belajar dan iklim
belajar matematika
c.
Menguasai dan menerapkan keterampilan dan strategi
mengajar
d.
Mampu menyiapkan dan menggunakan alat bantu
pembelajaran matematika
3.
Profesional Dalam Meningkatkan Profesi Kependidikan
Matematika
a.
Guru menyesuaikan diri dan meningkatkan dengan
perkembangan global kependidikan matematika
b.
Mampu menerapkan dan merefleksikan profesi kependidikan
matematika
c.
Guru aktif sebagai anggota profesi pendidikan
matematika
Jika seorang guru memiliki dan mengamalkan semua indikator
keprofesionalan dalam pembelajaran matematika maka kasus-kasus yang terjadi
pada calon guru matematika tersebut dapat teratasi. Dapat dilihat bahwa kasus
pertama dapat diselesaikan jika calon pengajar atau guru tersebut memiliki dan
dapat menjalankan keprofesionalan dalam bidnag kepengetahuan dan pendidikan
matematika sertadapat mengkombinasikannya secara baik dengan strategi
pembelajaran matematika. Untuk kasus kedua dan ketigadapat teatasi jika calon
pengajar atau guru tersebut dapat menjalankan semua indikator guru matematika
professional tersebut baik profesional secara kepengetahuan dan kependidikan
matematika, strategi pembelajaran matematika dan kemampuan meningkatkan profesi
kependidikan matematika.
Selain beberapa indikator di atas berdasarkan pengalaman dan kajian
beberapa literatur (Toto Tasmara, 2001; Ary Ginanjar Agustian, 2005; Amir
Tengku Ramli & Erlin Tri Sulianti, 2006; Amir Tengku Ramli, 2007 (a, b, c)
untuk menjadi guru matematika yang profesional perlu memiliki beberapa
kecerdasan emosi dan spiritual dalam hal kepribadian dan keseimbangan diri atau
personal stability dan berusaha penulis rangkum sebagai berikut:
1.
Guru perlu mengembangkan mentalitas yang tinggi
a.
Memiliki visi, penuh tanggungjawab, disiplin dan
proaktif terhadap tugasnya.
b.
Memegang teguh nilai-nilai profesi guru matematika dan
kode etik profesi guru serta memegang teguh komitmen sebagai guru.
c.
Memiliki integritas yang tinggi dan citra diri yang
positif
d.
Memiliki etos kerja tinggi dan menjauhi
ketidakberdayaan
e.
Mempunyai keteguhan idealisme sebagai seorang pendidik.
2.
Guru perlu mengembangkan moralitas dirinya
a.
Mampu mampu memberikan keteladanan sebagai manusia
berbudaya beradap berbudi pekerti luhur, jujur dan beretika tinggi,
b.
Berjiwa besar menerima kekurangan murid, dan berempati
c.
Mampu mengemban amanah; dipercaya, menghargai dan
menghormati orang lain.
3.
Guru mengembangkan spiritualitas dirinya
a.
Mempunyai karakter yaitu teguh pada prinsip-prinsip dan
keyakinan sebagai kekuatan diri, tidak terombang ambing pada situasi apapun,
b.
Sikap tenang, santun, memiliki akhlak mulia, memiliki
iman yang kuat,
c.
Menghargai prinsip-prinsip kebenaran, mengekspresikan
gagasan dengan berani, diikuti tenggang rasa dan menghargai gagasan atau
perasaan orang lain,
d.
Mampu mengendalikan diri, santun tapi bersikap tegas,
e.
Melakukan proses pengajaran yang menumbuhkan nilai-nilai
spiritual dan humanisme pada jiwa peserta didik.
f.
Mensyukuri segala kenikmatan yang berikan Allah atas
profesinya sebagai guru.
4.
Perhatian terhadap Estetika
Untuk menjadi guru profesional selain
memiliki berbagai kemampuan profesional maka harus mempunyai citra diri yang
positif di depan peserta didik dan masyarakat berkaitan dengan penampilannya,
yaitu:
a.
Kebersihan diri
b.
Cara Berpakaian
Dari uraian diatas dapat dibuat suatu kesimpulan bahwa sosok
guru matematika yang ideal adalah guru yang memiliki berbagai macam kompetensi
dan kecerdasan yang terpancar jelas dari karakter dan prilakunya sehari-hari,
baik ketika sebagai pendidik, di tengah komunitas profesi, maupun sebagai
anggota masyarakat. Beberapa kecerdasan yang diuraikan di atas dapat
dikelompokkan menjadi empat kecerdasan yang harus dimiliki sosok guru ideal
yaitu kecerdasan: intelektual (otak kiri), emosional (otak kanan), spiritual
(hati) dan pancaindera. Oleh karena itu itu sudah seharusnya sebagai guru
berlomba-lomba untuk menjadi sosok guru yang ideal. Ideal di mata peserta
didik, ideal di mata masyarakat, dan ideal di mata Allah. Bila semakin banyak
guru ideal yang tersebar di sekolah-sekolah kita, maka sudah dapat dipastikan
akan banyak pula sekolah-sekolah berkualitas yang mampu membentuk karakter
siswa yang cakap dan memiliki budi pekerti yang luhur.
Related Article:
1 komentar:
terimakasih bro buat informasinya.. mantab deh bro..
http://herbalkuacemaxs.com/pengobatan-herbal-jantung-lemah-terbaik/
Posting Komentar